Siapakah Eurico Guterres? Eurico lahir di Uatulari, dekat Viqueque pada tahun 1971. Kedua orang tuanya terbunuh akibat konflik politik yang terjadi pada masa awal integrasi. Eurico muda dibesarkan oleh seorang WNI dan disekolahkan sampai tingkat SMA. Menurut catatan, ia bersekolah di Bekora. Karena kenakalannya, ia pun putus sekolah dan menjadi kepala gangster kecil-kecilan.
Pada
awalnya, ia ikut gerakan klandestin pro-kemerdekaan . Pada tahun 1988, ia
tertangkap oleh intel militer dan dituduh ikut dalam komplotan yang akan
membunuh Presiden Suharto yang akan berkunjung ke Tim-Tim. Ia menjadi agen
ganda: pro-kemerdekaan dan pro-integrasi akibat penangkapan ini. Kemudian
ia direkrut oleh Kopassus untuk menjadi informan. Karir sebagai agen ganda
berakhir pada tahun 1990, setelah ketahuan oleh orang-orang dari gerakan
pro-kemerdekaan .
Kemampuan
‘intel’-nya ternyata menarik perhatian Prabowo Subianto, menantu Presiden
Suharto yang juga salah seorang perwira Kopassus. Ia direkrut untuk memperkuat
‘pasukan’ Garda Muda Penegak Integrasi atau Gardapaksi pada tahun 1994.
‘Pasukan’ Gardapaksi ini dibentuk dengan tujuan ‘mulia’ yakni memberikan
pinjaman modal untuk selanjutnya digunakan sebagai modal usaha.
Baca juga : Rahasia Kekuatan Batin Bung Karno
Baca juga : Rahasia Kekuatan Batin Bung Karno
Perubahan
‘politik’ atas Tim-Tim mulai dirasakan sejak naiknya Habibie ke RI-1. Habibie
berniat untuk mengeluarkan kerikil dari sepatu, sebuah kiasan untuk
menggambarkan masalah Tim-Tim, dengan memberikan kesempatan rakyat Tim-Tim
untuk memilih integrasi dengan otonomi khusus atau merdeka sepenuhnya. Untuk
mengantisipasi serta penggalangan dukungan untuk integrasi, pihak militer
Indonesia memanggil para ‘dedengkot’ intel militer termasuk Eurico, untuk
segera membentuk gerakan pro-integrasi.
Pada
bulan Januari 1999, dengan bantuan militer Indonesia, ia membentuk pasukan
Garda Paksi. Pasukan ini kemudian diperluas keanggotaannya dan diubah menjadi
Aitarak. Menurut beberapa sumber, pasukan Aitarak ini didukung penuh oleh pasukan
elit Indonesia.
Pada
tanggal 17 April 1999, ia memimpin barisan milisi pro-integrasi untuk unjuk
kekuatan. Eurico pun dikukuhkan sebagai Wakil Panglima Pasukan Pro-Integrasi
(PPI). Pada pidato pengukuhannya, Eurico mengancam akan menangkap dan jika
perlu membunuh para pengkhianat integrasi, dengan menunjuk keluarga Carascalao
sebagai pengkhianat. Dan untuk tindakan tersebut, ia bersedia untuk bertanggung
jawab.
Aitarak
dan juga barisan milisi pro-integrasi sering melakukan sweeping terhadap
kelompok pro-kemerdekaan . Akibatnya, terjadi serangkaian bentrok antara
dua kelompok tersebut. Intensitas bentrokan semakin meningkat menjelang dan
pasca refendum.
Pasca
referendum, Ia merapat ke Megawati dan PDIP dan meninggalkan Golkar, yang
sempat mencalonkannya sebagai caleg pada pemilu 1999. Di PDIP, ia dipercaya
memimpin Pemuda Banteng. Ia meninggalkan Golkar, karena ia menganggap Habibie
dan Golkar telah membiarkan Tim-Tim lepas dari Indonesia.
Tekanan
internasional dan juga Timor Leste kepada Indonesia untuk mengadili ‘para
penjahat’ HAM pasca referendum Tim-Tim meningkat pasca tahun 2001. Eurico
Guterres adalah nama teratas dalam list para penjahat HAM Tim-Tim. Sempat
hendak diajukan ke pengadilan oleh Presiden Abdurahman Wahid, namun atas
desakan militer dibatalkan. Pada masa pemerintahan Megawati, akhirnya ia
diajukan ke pengadilan dengan tuduhan pelanggaran HAM. Mungkin karena Megawati
dan PDIP bersikap pragmatis dengan membiarkannya diajukan ke pengadilan HAM
serta kehadiran Megawati pada hari kemerdekaan Timor Leste yang seolah
‘merestui’ kemerdekaan itu, Eurico akhirnya meninggalkan PDIP dan bergabung
dengan PAN. Seperti yang kita ketahui, Megawati sempat ke Tim-Tim sebelum jajak
pendapat dan kunjungan tersebut dianggap simbol ‘mendukung’ gerakan
pro-integrasi. Guterres dinyatakan bersalah dan dijatuhkan hukuman 10 tahun
penjara pada November 2002. Hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung putusan ini
dikuatkan. Ia baru mulai dipenjarakan pada tahun 2006 setelah gagal dalam upaya
banding yang diajukan.[3] Pada April 2008, Guterres yang mengajukan peninjauan
kembali, dibebaskan dari segala tuduhan melalui keputusan Mahkamah Agung yang
menyatakan telah menemukan "bukti baru".
Ia
membentuk Laskar Merah Putih di Papua tepat pada Agustus 2003.
0 komentar:
Post a Comment