Telusuri artikel, makalah dan kisah sejarah

5 Kebohongan Sejarah Syekh Siti Jenar

Mengungkap Kebohongan dibalik Sejarah Syekh Siti Jenar

Perjanjian Giyanti

Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta pasca perjanjian Giyanti tahun 1755-1830

PEMERINTAHAN KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB

Bidang agama,politik dan sosial ekonomi

Mengenang jatuhnya Konstantinopel

Lebih dari 70 kapal perang diangkut melintasi pegunungan

Perang Sipil Amerika Serikat

Proklamasi emansipasi pembebasan budak di seluruh Amerika Serikat

Sunday, 21 April 2019

Faktor Pendorong Munculnya Nasionalisme Amerika Latin

Semenjak penjajahan Spanyol benih-benih nasionalisme telah muncul di Amerika Latin, Portugal menerapkan politik kolonial di Amerika Latin. Berbagai bentuk eksploitasi yang yang dilakukan Spanyol dan Potugal di Amerika Latin. Panjajahan telah menyadarkan orang-orang Amerika Latin khususnya dari kalangan keturunan Eropa untuk berjuang melepaskan diri dari penjajahan bangsa Eropa. Pelopor perjuangan kemerdekaan dan nasionalisme Amerika Lain notabene keturunan Eropa, ini tidaklah mengherankan kerena orang-orang pribumi Amerika Latin boleh dikatakan masih barbar, kerena SDM (Sumber Daya Manusia) yang masih rendah.
Nasionalisme dan gerakan kemerdekaan di Amerika Latin didorong oleh beberap faktor dan pada umumnya, kesemuanya itu berasal dari unsur asing, dalam arti dari luar Amerika Latin, lima faktor tersebut adalah: 1) karena penjajahan asing, 2) pemerasan oleh gereja, 3) adanya intervensi asing, dan 4) faktor nasional. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :

a.    Faktor Penjajahan Asing
Penjajahan Spanyol dan Portugis merupakan faktor utama dalam melahirkan semangat nasioalisme dalam diri masyarakat Amerika Latin. Berjuang melawan penjajahan asing merupakan tindakan patriotic dan revolusioner. Patriotisme ini yang lambat laun menyadarkan masyarakan Amerika Latin akan pentingnya bangsa, eksistensi bangsa, jiwa dan tujuan perjuangan bangsa, dan nasionalisme. Dalam hal ini, terutama Spanyol ikut menumbuhkan nasionalisme itu sendiri, hal ini dikarenakan begitu lamanya Spanyol mau mengakui kemerdekaan bekas daerah jajahannya. Sementara untuk Portugal pada tahun 1825 telah mengakui kemrdekaan Brasil dan Prancis pada tahun yang sama mengakui kemerdekaan Haiti.  
b.    Faktor Pemerasan Gereja terhadap rakyat
Pemerasan ini terutama dalam hal tanah, kekayaan negara, dan pengkristenan golongan rendah dari lapisan masyarakat terutama orang Indian, yang dijalankan oleh para pendeta Spanyol. Semua ini dipandang oleh masyarakat Amerika Latin sebagai bentuk pemerasan ynag dilakukan oleh orang-orang Spanyol. Sistem Katolisisme Roma yang berpusat di Itali, dan hierarki gereja yan di bawanya serta turut memperuncing perbedaan kelas-kelas sosial yang telah ada.
c.    Faktor Intervensi Asing
Campaur tangan bangsa asing nampak pada masa perang kemerdekaan dan pada masa perabg saudara atau revolusi. Inggris menjarahi jajahan Spanyol di karibia dan Amerika tengah antara tahun 1585-1700. Armada Pet Heyn, Hendrik Brouwer dan Van Horn dari Belanda merampas pulau-pulau kecil jajahan Spanyol di Karibia pada tahun 1621. Prancis melakukan hal yang sama terhadap jajahan Spanyol di Amerika Latin pada tahun 1700-an.
Di asamping itu muncul intervensi dari Amerika Serikat pada masa perang saudara di Mexico. Intervensi ini menghasilkan doktrin Monroe yang berbunyi “setiap campur tangan negara-negara Eropa terhadap Negara-negara ang baru merdeka di kawasan Amerika, akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat terhadap Amerika Serikat.” Pada awalnya sifat pernyataan dalam doktrin tersebut hanya bersifat defensive, namun lambat laun dipraktekkan terlalu jauh oleh Amerika Serikat, hingga melakukan intevensi fisik secara langsung terhadap persoalan negara-negara Amerika Latin.
Dalih yang diterapkan Amerika Serikat dalam intervensi pada umumnya untuk melindungi jiwa dan harta benda milik warga negaranya di luar negeri, atau untuk ikut bertangung jawab membina perdamaian kawasan. Nama-nama yan dipergunakan diantaranya dalah “Manifest Destinty”, Elder Sister Policy”, dan Dollar Diplomacy.”
Kekhawatiran terhadap paengaruh asing ini mulai timbul setelah selesai perang kemerdekaan. Hal ini dimulai ketika terjalin hubungan perdagangan yang meluas dengan Amerika Serikat dan Inggris, Amerika Latin mulai khawatir atas pengaruh asing mula-mula dibidang ekonomi, perdagangan, dan intervensi modal asing di sector perindustrian, kemudian menjurus lebih jauh pada kekawatiran terhadap pengaruh nilai-nilai kebudayaan asing.
d.   Faktor Nasional
Faktor ini merupakan factor inheren yang ada dalam diri masyarakat Amerika Latin. Corakmasyarakat Amerika Latin adalah paternalistis. Ikatan keluarga dirasa sangat kuat baik di desa maupun di kota, dikalangan masyarakat rendah maupun di antara lapisan elit modern. Sistem atau figur Paternalistis ini di bawa ke lingkuknga  sosial politik sehingga mengakibatkan Personality Politics. Seorang pimpinan harus bersifat berani dan jantan. Keberanian mengusir penjajah merupakan atribut dari pahlawan nasional dan nasionalisme, serta menjadi teladan dalam pembentukan jiwa nasionalisme.

UFO Sebagai Salah Satu Masalah Dunia Masa 1960an


Sewaktu masih berkecamuknya Dwikora, Surabaya sebagai salah satu basis kekuatan pertahanan berada dalam keadaan siap-siaga, mendapat kunjungan benda-benda terbang tak dikenal setiap malam selama seminggu penuh dari tanggal 18 sampai dengan 24 September 1964. Tamu-tamu yang tak diundang itu tampak secara serentak baik di layar radar maupun dengan mata telanjang, sehingga tergolong dalam penyaksian RV (Radar - Visual Sightings). 

Benda-benda tak dikenal itu mulai beraksi sesudah matahari terbenam dan menghilang menjelang fajar menyingsing. Benda-benda itu ada yang bergerak seperti pesawat terbang atau helikopter biasa, tetapi ada pula yang melakukan olah-gerakan yang serba mendadak. Kegiatan benda-benda terbang yang aneh itu dipusatkan di dalam daerah segitiga Surabaya - Malang - Bangkalan. Keadaan cuaca di daerah kejadian selama seminggu itu adalah cerah.

Benda-benda aneh itu menurut deskripsi para saksi mata adalah benda hitam yang kadang-kadang memperlihatkan ekor api yang lebih panjang dari api gasbuang pesawat pancargas yang sedang menyalakan "afterburner" nya. Meskipun bentuk badannya tersembunyi kegelapan malam, ia membawa lampu yang sangat terang di bagian bawahnya. Seorang saksi kebetulan melihan bentuk badannya yang memantulkan cahaya dari bawah dan menggambarkannya seperti sebuah mangga oleh karena berbentuk elipsoida yang berwarna hijau kebiru-biruan. Saksi mata lain menggambarkan cahaya UFO itu seperti lampu belakang mobil. Seorang penerbang Angkatan Udara yang pada suatu malam kebetulan berada di dekat kota Porong melukiskannya sebagai bulat seperti rambu lalu-lintas akan tetapi menyalam merah padam dan tampak melayang ke arah Surabaya tanpa berbunyi sama sekali. Benda-benda itu kadang-kadang memancarkan bunyi mendengung seperti sebuah gasing yang sama sekali berbeda dengan bunyi pesawat pancargas maupun pesawat piston.


Ciri khas dari kasus UFO Dwikora ialah bahwa benda-benda terbang tak dikenal itu disambut dengan tembakan-tembakan gencar dari meriam-meriam artileri pertahanan udara kita.

Di dalam sejarah UFO sambutan dengan tembakan meriam penangkis serangan udara lainnya hanyalah terjadi di Kepulauan Kurillen yang diduduki oleh Uni Sovyet pada awal tahun 60-an. UFO itu ternyata tidak mempan ditembak oleh meriam, oleh karena itu tidak sebuah pun yang berhasil ditembak jatuh. Dari pengamatan dengan radar ternyata, apabila tembakan kita mengenai sasarannya, mereka segera mengubah ketinggiannya. Mereka itu terbang tidak tinggi, hanya sekitar 1200 m saja. Dengan gencarnya tembakan artileri sasaran udara di atas daerah yang padat penduduknya, tidak dapat dihindarkan jatuhnya korban. Beberapa orang yang sedang duduk di luar rumah mereka di daerah Sidoarjo terkena pecahan peluru meriam. Mungkin mereka sedang menikmati kesejukan hawa malam sehingga kurang memperhatikan adanya bahaya udara.

Benda-benda terbang tak dikenal itu juga pernah tampak mendarat pada malam hari di sebelah selatan Surabaya. Keesokan harinya seorang penerbang Angkatan Laut mendatangi tempat tersebut dengan helikopter, akan tetapi tidak menemukan bekas-bekasnya. Stasiun radar di Ngliyep, Malang, kurang lebih 120 km sebelah selatan Surabaya, menangkap sasaran-sasaran yang berputar-putar di atas pantai dan kadang-kadang ada yang berhenti. Di daerah itu pernah tersiar berita tentang pendaratan sebuah benda bulat di tengah-tengah kebun jagung. Menurut saksi mata seorang petani yang menjaga kebun jagung itu dari benda tadi keluar 2 orang asing yang mengenakan pakaian berwarna keperak-perakan yang mengkilau.
Mereka berambut pirang dan bertanya kepada petani itu, "Ini jagung?" Laporan petani itu hanya dijadikan bahan tertawaan saja.(Bagi mereka yang mempelajari masalah UFO, kejadian itu mirip dengan kasus di Amerika Serikat yang terjadi di dalam tahun 60-an juga. Dilaporkan adanya mahluk UFO yang berambut pirang dan yang berbicara dengan aksen bahasa Jerman).


Pandangan alat negara tentang peristiwa Surabaya tercermin di dalam telaahan staf Komando Pertahanan Udara Nasional berjudul "Penerbangan-penerbangan tidak dikenal di Sektor 11 (Surabaya)" tertanggal 29 September 1964 yang menyimpulkan, bahwa sasaran tidak dikenal sebagai yang telah dilaporkan memang ada, bahwa sasaran itu terdiri dari pesawat terbang biasa dan pesawat tanpa awak, bahwa kegiatan sasaran adalah kegiatan lawan, dan bahwa tujuannya adalah untuk perang urat sarah di samping secara tidak langsung mempengaruhi roda perekonomian.

Mengenai pengendalian secara elektronis kemungkinan terbesar dilakukan dari daratan, dari lautan mempunyai kemungkinan pula, sedangkan pengendalian dari udara secara teknis dapat diabaikan(!). Pada intisarinya mereka mengira UFO itu adalah secara rahasia Angkatan Laut Inggris oleh karena pada waktu itu memang kapal induk Inggris "Victorians" dengan beberapa kapal perang lain sedang berada kurang lebih di sebelah selatan Kendari dalam pelayarannya kembali ke Singapura setelah memasuki Samudra India lewat Selat Sunda. 

Diterobosnya pertahanan udara Surabaya oleh benda-benda terbang yang tak dikenal serta ekses-ekses yang timbul dari meriam-meriam penangkis serangan udara dengan sendirinya menimbulkan keresahan sosial. Maka dari itu pada tanggal 8 Oktober 1964 Pejabat Presiden Dr.J.Leimena merasa perlu untuk mengeluarkan imbauan agar masyarakat ramai tetap tenang dan tidak menimbulkan suasana yang keruh serta dilarang untuk membuat desas-desus dan tafsiran-tafsiran.

Sebelum pengumuman itu penulis ini di dalam jabatannya sebagai Penasihat Ilmiah Menteri/Panglima Angkatan Udara dimintai pendapatnya tentang kejadian di Surabaya oleh WAKAS KOTI Laksmana Muda Udara Sri Mulyono Herlambang. Saya kemukakan bahwa peristiwa itu sama dengan kejadian yang menimpa ibu kota Amerika Serikat Washington D.C. pada tahun 1952. Perbedaannya ialah bahwa ibu kota tadi tidak dalam suasana konfrontasi dan yang dikerahkan pesawat-pesawat pemburu segala cuaca Lockheed F-94 "Starfire".

Kesulitan yang dihadapi alat negara kita pada waktu itu ialah apabila sasaran-sasaran yang tak dikenal itu secara resmi diakui sebagai UFO, maka hal itu dapat menimbulkan kerawanan berupa mengendornya kesiap-siagaan dan terbukanya kesempatan bagi pihak lawan untuk menyalah-gunakan kondisi itu.

BESARNYA MASSA PENDUKUNG KOMUNIS

Dalam Pemilu tahun 1955, Pemilu yang diklaim paling demokratis, telah menghasilkan empat kekuatan Poros Utama. Kelompok muslim diwakili oleh Masyumi dan NU, kelompok Nasionalis diwakili oleh PNI, dan Komunis diwakili oleh PKI.

Yang cukup mengejutkan, walaupun tahun 1948 PKI pernah melakukan pemberontakan, namun tahun 1955 PKI masih diperbolehkan menjadi kontestan Pemilu, dan mempunyai banyak massa pendukung yang kebanyakan terdiri dari kaum buruh dan tani.


Besarnya pendukung Partai Komunis ini tak lepas dari banyaknya organisasi-organisasi sayap yang bernaung dibawahnya, antara lain, Gerwani, Lekra, Pesindo, BTI, SOBSI, PR dan CGMI.

Tentang besarnya pendukung Partai Komunis ini dalam kurun waktu antara tahun 1954 hingga tahun 1965, diulas oleh Karl J. Pelzer sebagai berikut, "Pada bulan Maret 1954, BTI mengklaim bahwa jumlah anggotanya 800.000 orang, dan sekitar 2.000.000 orang pada bulan April 1955. Pada akhir Pemilu tahun 1955, sekertariat BTI melaporkan bahwa jumlah anggotanya 3.300.000 orang. Dan pada tahun 1965, BTI mengklaim jumlah anggotanya tak kurang dari 8.500.000 orang. Tahun 1965, cabang BTI dapat diketemukan praktis di seluruh Kabupaten dan dilebih dari 80 persen Kecamatan yang ada di Indonesia".
Baca juga : Sejarah Burma 
Dengan besarnya pendukung ini praktis membuat PKI merasa diatas angin, sehingga PKI sering melakukan tekanan-tekanan kepada pihak yang dianggap berseberangan, bahkan acap kali melakukan aksi-aksi sepihak yang sangat merugikan pihak yang lain.

KNIL - PENCETAK PARA KOMBATAN

Jika kita telusuri jejak asal pendiriannya, KNIL dibentuk setelah Belanda "babak belur" dalam Perang Jawa atau yang lebih kita kenal dengan Perang Diponegoro, tahun 1825 sampai dengan 1830, dimana perang ini berhasil menguras habis keuangan Belanda. Untuk itu Perang Jawa memaksa Belanda untuk mempunyai Angkatan Perang yang lebih kuat lagi, lebih mumpuni di segala medan pertempuran. Maka pada 4 Desember 1830, Gubernur Jenderal Van de Bosch mengeluarkan Algemeene orders voor het Nederlandsh Oost Indische Leger, soal pembentukam Tentara Hindia Belanda, yang kemudian dikenal dengan sebutan KNIL.
KNIL ini terdiri dari berbagai etnis yang ada di Hindia Belanda, mulai dari Jawa, Minahasa, Ambon dan lain sebagainya, yang berada dalam formasi sebagai serdadu-serdadu pangkat rendahan. Para Perwiranya terdiri dari orang-orang Belanda, meskipun ada juga orang Belanda yang berpangkat rendahan.

KNIL banyak dikerahkan untuk memadamkan pemberontakan dan melawan para bajak laut yang banyak membuat onar di wilayah Hindia Belanda. Yang paling terkenal adalah aksi KNIL dalam Perang Aceh yang menewaskan Jenderal Mayor J. H. R. Kohler. Namun dalam perjalanan waktu, kehebatan KNIL ini harus bertekuk lutut di hadapan Bala Tentara Jepang pada awal tahun 1942.
Selama Pendudukan Jepang, antara tahun 1942 hingga 1945 KNIL tidak eksis di wilayah Indonesia. Setelah Jepang tunduk pada Sekutu, butuh waktu setahun lebih untuk kembali membangun KNIL, untuk menduduki kembali Indonesia sebagai Hindia Belanda, seperti di masa Kolonial dulu (bisa dilihat dari upaya Belanda ini dalam Agresi Militer-nya terhadap Indonesia).

Baca juga : Mengungkap Kebohongan dibalik Sejarah Syekh Siti Jenar

Akhirnya, lembaga militer yang telah banyak melahirkan para Kombatan ini resmi di bubarkan pada 27 Juli 1950. Banyak tokoh kita yang mantan anggota KNIL antara lain, TB. Simatupang, Pak Harto, Sultan Hamid II dan Silaban. Nama yang terakhir adalah perancang Masjid Istiqlal, sedang Sultan Hamid II adalah perancang gambar Garuda.

EURICO GUTERRES, HIDUP MATI UNTUK MERAH PUTIH

Eurico Barros Gomes Guterres atau yang dikenal sebagai Eurico Guterres patut disebut sebagai WNI sejati. Di saat banyak warga Tim-Tim memilih menjadi warga negara Timor Leste, yang merdeka dari referendum tahun 1999, justru Ia memilih tetap menjadi WNI. Kesetiaannya pun diuji manakala pemerintah Indonesia ‘melepaskannya’ untuk diadili sebagai ‘penjahat’ HAM sebagai akibat kerusuhan pasca referendum 1999. Eurico pun bersedia masuk penjara demi mempertahankan keyakinannya untuk menjadi WNI.

Siapakah Eurico Guterres? Eurico lahir di Uatulari, dekat Viqueque pada tahun 1971. Kedua orang tuanya terbunuh akibat konflik politik yang terjadi pada masa awal integrasi. Eurico muda dibesarkan oleh seorang WNI dan disekolahkan sampai tingkat SMA. Menurut catatan, ia bersekolah di Bekora. Karena kenakalannya, ia pun putus sekolah dan menjadi kepala gangster kecil-kecilan.

Pada awalnya, ia ikut gerakan klandestin pro-kemerdekaan. Pada tahun 1988, ia tertangkap oleh intel militer dan dituduh ikut dalam komplotan yang akan membunuh Presiden Suharto yang akan berkunjung ke Tim-Tim. Ia menjadi agen ganda: pro-kemerdekaan dan pro-integrasi akibat penangkapan ini. Kemudian ia direkrut oleh Kopassus untuk menjadi informan. Karir sebagai agen ganda berakhir pada tahun 1990, setelah ketahuan oleh orang-orang dari gerakan pro-kemerdekaan.

Kemampuan ‘intel’-nya ternyata menarik perhatian Prabowo Subianto, menantu Presiden Suharto yang juga salah seorang perwira Kopassus. Ia direkrut untuk memperkuat ‘pasukan’ Garda Muda Penegak Integrasi atau Gardapaksi pada tahun 1994. ‘Pasukan’ Gardapaksi ini dibentuk dengan tujuan ‘mulia’ yakni memberikan pinjaman modal untuk selanjutnya digunakan sebagai modal usaha.

Baca juga : Rahasia Kekuatan Batin Bung Karno

Perubahan ‘politik’ atas Tim-Tim mulai dirasakan sejak naiknya Habibie ke RI-1. Habibie berniat untuk mengeluarkan kerikil dari sepatu, sebuah kiasan untuk menggambarkan masalah Tim-Tim, dengan memberikan kesempatan rakyat Tim-Tim untuk memilih integrasi dengan otonomi khusus atau merdeka sepenuhnya. Untuk mengantisipasi serta penggalangan dukungan untuk integrasi, pihak militer Indonesia memanggil para ‘dedengkot’ intel militer termasuk Eurico, untuk segera membentuk gerakan pro-integrasi.

Pada bulan Januari 1999, dengan bantuan militer Indonesia, ia membentuk pasukan Garda Paksi. Pasukan ini kemudian diperluas keanggotaannya dan diubah menjadi Aitarak. Menurut beberapa sumber, pasukan Aitarak ini didukung penuh oleh pasukan elit Indonesia.

Pada tanggal 17 April 1999, ia memimpin barisan milisi pro-integrasi untuk unjuk kekuatan. Eurico pun dikukuhkan sebagai Wakil Panglima Pasukan Pro-Integrasi (PPI). Pada pidato pengukuhannya, Eurico mengancam akan menangkap dan jika perlu membunuh para pengkhianat integrasi, dengan menunjuk keluarga Carascalao sebagai pengkhianat. Dan untuk tindakan tersebut, ia bersedia untuk bertanggung jawab.

Aitarak dan juga barisan milisi pro-integrasi sering melakukan sweeping terhadap kelompok pro-kemerdekaan. Akibatnya, terjadi serangkaian bentrok antara dua kelompok tersebut. Intensitas bentrokan semakin meningkat menjelang dan pasca refendum.
Pasca referendum, Ia merapat ke Megawati dan PDIP dan meninggalkan Golkar, yang sempat mencalonkannya sebagai caleg pada pemilu 1999. Di PDIP, ia dipercaya memimpin Pemuda Banteng. Ia meninggalkan Golkar, karena ia menganggap Habibie dan Golkar telah membiarkan Tim-Tim lepas dari Indonesia.

Tekanan internasional dan juga Timor Leste kepada Indonesia untuk mengadili ‘para penjahat’ HAM pasca referendum Tim-Tim meningkat pasca tahun 2001. Eurico Guterres adalah nama teratas dalam list para penjahat HAM Tim-Tim. Sempat hendak diajukan ke pengadilan oleh Presiden Abdurahman Wahid, namun atas desakan militer dibatalkan. Pada masa pemerintahan Megawati, akhirnya ia diajukan ke pengadilan dengan tuduhan pelanggaran HAM. Mungkin karena Megawati dan PDIP bersikap pragmatis dengan membiarkannya diajukan ke pengadilan HAM serta kehadiran Megawati pada hari kemerdekaan Timor Leste yang seolah ‘merestui’ kemerdekaan itu, Eurico akhirnya meninggalkan PDIP dan bergabung dengan PAN. Seperti yang kita ketahui, Megawati sempat ke Tim-Tim sebelum jajak pendapat dan kunjungan tersebut dianggap simbol ‘mendukung’ gerakan pro-integrasi. Guterres dinyatakan bersalah dan dijatuhkan hukuman 10 tahun penjara pada November 2002. Hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung putusan ini dikuatkan. Ia baru mulai dipenjarakan pada tahun 2006 setelah gagal dalam upaya banding yang diajukan.[3] Pada April 2008, Guterres yang mengajukan peninjauan kembali, dibebaskan dari segala tuduhan melalui keputusan Mahkamah Agung yang menyatakan telah menemukan "bukti baru".

Ia membentuk Laskar Merah Putih di Papua tepat pada Agustus 2003.

Rahasia Kekuatan Batin Bung Karno

Apakah sebenarnya rahasia kekuatan bathin Bung Karno? Dalam perjuangan, Bung Karno tidak pernah menghitung hitung untung dan rugi. Apakah perjuangan itu nanti akan membawa untung bagi kita pribadi, itu tidak menjadi soal, kita jalankan saja kita punya kewajiban. (Soekarno: Marhainisme sebagai Teori Perjuangan. Kursus kader PNI, 25 Maret 1965).

"Khrisna berkata pada Arjuna", demikian Bung Karno menyitir Bhagawad Gita. "Karmanye fadikaraste temapalesyu kedachana". Artinya: Kerjakan engkau punya kewajiban, tanpa menghitung hitung akan apa nanti akibatnya. Kehidupan dan pengabdian Bung Karno, benar benar terbukti telah menjalankan sabda suci yang tertulis dalam "The Gospel of Hinduism" yang acap dikutipnya itu.

Perjuangan ikhlas tanpa pamrih yang dijiwai oleh ajaran kasih sayang tanpa batas. Semangat juang yang menurut pengakuan Bung Karno sendiri diilhami ajaran "Tat Twam Asi" dan khotbah Yesus di atas bukit. Pandangan hidup itu tercermin dari kehalusan jiwa Bung Karno yang sangat mencintai dan menghargai kehidupan, berupa mahkluk apapun.

Baca juga : Kudeta Kekuasaan Terhadap Soekarno

Kenyataan jiwa Bung Karno yang demikian itu, jelas sangat kontras dengan fitnah politik yang diarahkan kepadanya. Misalnya, dia dianggap menyetujui pembunuhan jenderal jenderal pada G30S/PKI, hanya karena pidato pidatonya menyitir Bagawad Gita. Misalnya, seperti dikutip A.H.Nasution, Bung Karno menceritakan keragu raguan Arjuna karena harus berperang dengan sanak familinya sendiri. Arjuna lemas, lemas. Khrisna memberi ingat kepadanya. Arjuna, Arjuna, engkau ini kesatria. Tugas kesatria berjuang. Tugas kesatria bertempur kalau perlu. (A.H.Nasution, Memenuhi panggilan tugas. Jilid IV, hal. 242. Pidato ini disalahartikan maknanya oleh Soegiarso Soerojo, Siapa menabur angin akan menuai badai, Jakarta, 1989).

Kedua hal ini tampak kontradiktif dan paradoksal, khususnya mereka yang tidak memahami falsafah Jawa. Bukankah perang yang sesungguhnya sebenarnya ada dalam diri manusia sendiri? Ya, itulah Bharatayudha yang sesungguhnya. Bung Karno sangat mengagumi heroiknya perang Bharatayudha, perang antara yang haqq dan yang bathil. Lebih lebih apabila jati diri kita sebagai bangsa diinjak injak. "Di bawah sinar suryanya Dwitunggal proklamasi", demikian pesannya pada pidato proklamasi 1966 pasca G30S/PKI, "kita berjuang membangun national dignity (harga diri nasional) dan perumahan bangsa kita". Dalam konteks itu, ia sering mengutip kisah kisah heroik dari wiracarita (epos kepahlawanan) Hindu, seperti diwarisinya dari pewayangan: "Hayo, majua kabeh leganing atiku! Aja siji aja loro. Saleksa ing ngarso, saketi ing wuri! Ampyaken kadyo wong njala, rayahen kaya menjangan mati. Sumendea gunung Merbabu, ancik ancika gunung Merapi! Kekejera kaya manuk branjangan, kopat kapito kaya ula tapak angin! Keno gepuk limpung alugara (persatuan Indonesia) ajur mumur tanpa aran!"

Artinya: Ayo maju semua kalau berani, biar lega hatiku. Maju ke depan. Jangan seorang, jangan dua orang. Sepuluh ribu dari depan, seratus ribu dari belakang. Majulah seperti penjala menjaring , seperti anjing berebut tulang. Ayo, bersandarlah pada gunung Merbabu, berdirilah diatas puncak Merapi. Tetapi pada akhirnya kalian akan menggelepar gelepar ingin lepas seperti burung branjangan, meliuk liuk seperti ular sendok. Dengan satu pukulan mematikan (persatuan Indonesia) ini, kalian akan hancur seperti butiran butiran biji tiada arti.
Demikian Bung Karno membangkitkan semangat rakyatnya. Sebagaimana ia mengaplikasikan ungkapan "Gepuk Limpung Alugara" (satu pukulan yang sangat mematikan) sebagai persatuan Indonesia, demikian juga mengarahkan seluruh heroik pertempuran Bharatayudha itu pada persatuan bangsanya. "Dharma eva hato hanti", kata Bung Karno. Kalimat Sanskrit, yang berarti kuat karena bersatu, bersatu karena kuat.

Tetapi kenyataannya Bung Karno bersifat pemaaf dalam kehidupan pribadinya. Contoh paling menarik dalam menegakkan harga diri bangsa pada satu pihak, dan sifat pemaaf dalam hubungan pribadi pada pihak lain, dapat dikemukakan kasus percobaan pembunuhan terhadap dirinya oleh Aland Pope, seorang penerbang AS.

Karena tertangkapnya Pope ini, telinga dunia mendengar tantangan Bung Karno, dalam pidatonya di Bandung, 4 Juli 1958: "Don't play with fire in Indonesia, go to hell with your aid". Kata kata keras itu diucapkan dengan gaya Bung Karno, yaitu mengarahkan telunjuknya kepada duta besar AS di Indonesia pada waktu itu, Howard P. Jones. Barangkali baru sekali itu dunia mendengar tantangan Presiden sebuah negara yang baru bangkit kepada negara adikuasa di muka umum. Tetapi nyatanya, secara pribadi Bung Karno memaafkan Aland Pope, dan membebaskannya.

Kudeta Kekuasaan Terhadap Soekarno

KUDETA MERANGKAK - Sesudah surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar), perlahan tapi pasti, upaya yang sangat sistematis itu mulai dijalankan. Pers barat menyebutnya "Creeping coup d'etat"-Kudeta Merangkak. Dengan Supersemar itu Suharto langsung membubarkan PKI. Kelompok pro-Suharto, yang akhirnya menjadi cikal bakal lahirnya rezim Orde Baru, secara cepat melakukan pembersihan terhadap lawan-lawan politiknya. Bagaimanapun Bung Karno dalam hal ini lebih bertindak arif sebagai Bapak, sebagaimana seorang wartawan melukiskan rasa terhinanya Presiden, ketika ia didesak meninggalkan Istana untuk memudahkan penangkapan terhadap Subandrio. Ketika itu Bung Karno dengan nada rendah memohon kepada Amir Machmud, selaku Kodam Jaya: "Amir, jangan bunuh dia". (J.D. Legge, Op.Cit, h. 403)

Frans Seda juga mengungkapkan betapa ia bingung dengan "Diam seribu bahasa"-nya Bung Karno. Ketika Frans Seda sudah terseret dalam arus konflik politik yang kian memanas, hingga tidak jelas mana lawan mana kawan, tetapi ketidaksabaran Frans Seda hanya dihadapi Bung Karno dengan senyum: "Bukankah dalam.Biblemu tertulis, Apabila engkau ditampar pipi kiri, tadahlah pipi kananmu?" (Frans Seda, "Mikul Dhuwur mendem Jero", dalam Bung Karno dalam kenangan, h. 76)


Bung Karno sendiri, rupanya sejak awal menyadari, bahwa kalau pun benar PKI terlibat dalam tragedi Nasional itu, tetapi PKI bukan sendirian. Dalam sebuah pidatonya, Bung Karno menunjuk 3 penyebab "keblinger"-nya pimpinan PKI, kelicikan kekuatan-kekuatan NEKOLIM dan "kenyataan adanya orang-orang aneh". Karena itu, Bung Karno sengaja memilih kata "Gestok"-Gerakan 1 Oktober, disamping karena kejadian itu sudah pagi, juga untuk menekankan bahwa "penyerang yang sebenarnya adalah mereka yang melakukan gerakan kontra revolusi setelah PKI". (J.D. Legge, Op. Cit, p. 405)

Demikian penjelasan Bung Karno lebih lanjut, sebagaimana ditulis Frans Seda: Apa yang dilakukan PKI dengan Gestoknya adalah suatu tindakan terkutuk dan pembunuhan para Jenderal tidak bisa dibenarkan dan harus diambil tindakan-tindakan hukum seperlunya. Tapi reaksi-reaksi emosional yang timbul di kalangan Angkatan Darat dan sementara partai politik dan para mahasiswa, justru sangat memberi peluang kepada Nekolim untuk menghancurkan Revolusi kita. Dan bahaya Nekolim itu riil. Ingat adanya "Limited Attack" dan "Local Army Friends" seperti yang tertulis dalam Gillchrist dan In hogere Kringen di Washington ada suara-suara "it will not be long Sukarno". (Frans Seda, Op. Cit, h. 76-77)

Tetapi pada saat politik kotor dan adu domba itu sudah mencapai batas kesabarannya, Bung Karno berkata dalam amanat yang disampaikan dalam rangka Isra' Mi'raj, Bung Karno mulai mengungkap makna sikapnya yang "diam seribu bahasa". "Diamku bagaimana?", tanya Bung Karno. Bung Karno menjelaskan, seperti diam dan sabarnya Nabi Muhammad, bahkan ketika di Ta'if sampai dilempari kotoran. "Tetapi sesudah Isra' Mi'raj, dia bertindak, bertindak, sebab sudah haqqul yaqin. Ini adalah perintah, ini adalah tugas yang disuruh ia mengemban. Dia bertindak, bertindak, sampai kepada peperangan, sampai kepada hal-hal yang lain-lain". Bung Karno berusaha sekuat tenaga, tetapi kekuatan yang menghadang di depannya terlampau besar dilawannya.


Maka Bung Karno mengalami saat-saat seperti Kristus, ketika bergumul dengan air mata darah di Taman Getsemani. "tidak ada yang mustahil bagiMu, Ya Abba, ya Bapa, ambillah cawan ini daripadaku". Dalam ketidakpastian itu, ia masih mengerahkan segenap tenaga dan pikirannya untuk perjuangan menegakkan kebenaran. Ia menyusun kabinet yang terkenal dengan sebutan "Kabinet 100 menteri". Menurut Garnis Harsono, tindakan itu agaknya diilhami oleh Kitab Nabi Daniel, yang mengisahkan bahwa Darius Agung mengangkat 120 menteri dan 3 perdana menteri. (Garnis Harsono, Op. Cit, h. 204)

Tetapi kekuatan lawannya terlalu besar. Kekuatan imperialis internasional dengan AS yang ternyata "tidak bersih tangan terhadap kejatuhan Bung Karno". Menarik untuk dicatat, dalam masa-masa paling sulit Bung Karno selalu mendekatkan diri pada Tuhan. Ketika tiga Jenderal duta SUPERSEMAR, yaitu Mayjen Basuki Rachmat, Brigjen M Jusuf dan Brigjen Amir Machmud, tiba-tiba "menodong" Bung Karno untuk menandatangani Surat Perintah yang dirancang Suharto itu, Bung Karno bergumul dengan dirinya sendiri. Bung Karno meminta saran kepada tiga Waperdam (Wakil Perdana Menteri) yang ketika itu hadir, yaitu Subandrio, Chaerul Saleh dan Leimena.

"Waktu Bapak ragu-ragu Pak Chaerul Saleh mengingatkan untuk memohon petunjuk Allah", kisah Ibu Hartini. Lalu Bung Karno masuk ke kamar. Seperti biasa, dalam saat-saat kritis Bung Karno melakukan semedi setelah sholat. "Ketika keluar dari kamar Bung Karno akhirnya menandatangani Surat Perintah dengan lebih dahulu mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim", lanjut Ibu Hartini. (Wawancara dengan Ibu Hartini di Jakarta, 7 Juli 2000)

Hari-hari selanjutnya seolah olah semua mengalir begitu cepat, hingga pada akhirnya Bung Karno ikhlas ketika bulan Maret 1967 diterima berita bahwa MPRS telah memutuskan Suharto, Jenderal TNI yang waktu itu menjadi Pangkopkamtib, menjadi Presiden RI, menggantikan Bung Karno. Berita itu diterimanya di Istana Bogor di dampingi istrinya, Ibu Hartini. "Kelihatan benar betapa terpukul hatinya saat itu", tulis Bambang Widjanarko, mantan ajudan Presiden yang 8 tahun setia mendampinginya. "Lama ia duduk tanpa kata sepatahpun". Akhirnya, sambil menarik nafas panjang Bung Karno berkata: "Aku telah memberikan segala sesuatu yang kuanggap baik bagi nusa dan bangsa Indonesia".

Propaganda Media Massa Dalam Tragedi G30S/PKI

Kalau benar bahwa hasil otopsi para jenazah tidak menunjukkan bekas pemotongan penis, barangkali ada semacam propaganda media massa untuk mempengaruhi persepsi publik. Dengan demikian muncul sebuah 'thesis' tentang peran media massa terhadap keberhasilan Soeharto dalam menyapu bersih G30S/PKI.


Penculikan dan terus Pembunuhan para Jenderal di Lubang buaya bukan tanpa sebab.Dikarenakan pada masa itu setelah pemilu tahun 55 PKI ingin membentuk angakatan ke 5 yaitu buruh tani yg dipersenjatai, tentu saja hal tersebut di tolak oleh Panglima ABRI. Nah oleh karena itu mereka merasa di halang-halangi oleh AD. Makanya mereka menyingkirkan terlebih dulu yang menghalangi mereka, setelah itu maksud mereka dengan anggapan gampang Soekarno di pengaruhi karena waktu Soekarno dalam kondisi sakit.

Target pertama propaganda media massa adalah RRI yang waktu itu menjadi sarana komunikasi monologal yang primer. Sepanjang hari Jumat, 1 Oktober 1965, RRI beberapa kali menyiarkan pengumuman dari Untung cs yang masing-masing cuma berselang beberapa jam. Pukul 07.00 ada siaran tentang tindakan yang diambil terhadap Dewan Jenderal. Kemudian pukul 09.00 ada siaran lagi tentang pembentukan Dewan Revolusi. Pukul 13.00 muncul berita dari Brigjen Sabur bahwa Presiden Soekarno dalam keadaan selamat. Tiga empat jam kemudian, muncul lagi berita tentang keputusan kenaikan pangkat militer yang turut serta dalam G30S. Dan setelah magrib, ketika RRI sudah dikuasai RPKAD, gantian Soeharto yang 'mengudara' untuk menenangkan masyarakat sembari mengabarkan bahwa dirinya mengambil alih komando AD.


Pemberitaan sepotong-sepotong mirip 'breaking news' itu sebetulnya cukup 'questionable'. Mengapa Untung dan Dewan Revolusinya tidak mengumumkan terlaksananya G30S, Pengumuman Dewan Jenderal, pemberitaan bahwa Presiden Soekarno dalam keadaan aman, tidak dalam satu paket berita? Bisa saja, pemberitaan yang sepotong-sepotong itu memang untuk membuat masyarakat bingung, dan terpaku di depan radio masing-masing untuk mendengarkan perkembangan situasi berikutnya. Dengan demikian, kelompok 'putsch' dapat melancarkan skenario yang telah dipersiapkan.

Hari-hari berikutnya, tampak jelas media massa cetak di tanah air berada dalam genggaman Soeharto. Berita-berita penganiayaan para Jenderal di Lubang Buaya, tentu saja merupakan konsumsi pers yang paling disukai. 'Hot News' semacam itu, apalagi dikemas seiring dengan opini publik yang dibentuk mirip dengan bola salju, pasti akan membuat koran manapun menjadi 'best-seller'.

Kalau benar institusi pers telah menjadi alat propaganda, apa keuntungan yang diharapkan Mayjen Soeharto dan kawab-kawan? Tentu, pers dimaksudkan sebagai pembentuk opini publik. Kalau sudah tercipta, berarti tinggal mendesak Presiden Soekarno untuk membubarkan PKI. Ketika Presiden Soekarno terjebak dalam ambiguitas atau sikap yang mendua, Mayjen Soeharto tidak segan-segan mengambil inisiatif sendiri misalnya, tampak pada sikap penolakannya terhadap pengangkatan Presiden Soekarno atas Mayjen Pranoto sebagai pimpinan AD.

P-51 MUSTANG dan DH-115 VAMPIRE AURI

Pada saat sebelum pecahnya pemberontakan PRRI/Permesta, CIA selalu memonitor keadaan pesawat2 tempur AURI.

Operasi udara Permesta disesuaikan dengan prediksi habisnya suku cadang pesawat2 tempur kita, dengan perhitungan apabila AURI sudah tidak memiliki lagi pesawat laik terbang maka Permesta bisa menguasai wilayah udara RI.

Perkiraan CIA meleset, karena saat meletus pemberontakan Permesta, ternyata AURI masih memiliki sejumlah armada pesawat yang laik terbang atas bantuan pemerintah India yang berhasil membelikan suku cadang di pasar gelap internasional, utamanya buat pesawat P-51 Mustang kita. Pesawat2 tempur ini yang menjadi tulang punggung AURI dalam mematahkan sayap udara Permesta dalam serangan ke Mapanget dan Morotai.

DH-115 Vampire adalah pesawat jet pertama yang dimiliki AURI yang dibeli dari Inggris pada tahun 1956 sebanyak 8 buah, dimasukkan dalam kesatuan pancar gas pertama kita.
Sebagai tanda terimakasih atas segala bantuan pemerintah India dari sejak awal hingga bantuan pembelian suku cadang di atas, seluruh pesawat Vampire dihibahkan kepada pemerintah India pada tahun 1963. (Di sumber lain disebutkan dijual).


Note : pada masa itu AURI juga sudah beralih ke jet2 tempur buatan Blok Timur termasuk MiG-15 yang digunakan sbg pesawat jet latih.